Sabtu, 30 Maret 2013

PELATIHAN PLIOMETRIK ROPEJUMP, ZIGZAG DRILL DAN JUMPBOX SEDERHANA UNTUK PEMBENTUKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI SISWA SMP SEBAGAI PENUNJANG PEMBELAJARAN DIKJASOR


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.
Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (dikjasor) guru harus dapat mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan / olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur kerjasama, dan lain-lain) dari pembiasaan pola hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik mental, intelektual, emosional dan sosial. Aktivitas yang diberikan dalam pembelajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pembelajaran. Melalui dikjasor diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman untuk mengungkapkan kesan pribadi yang menyenangkan, kreatif, inovatif, terampil, meningkatkan dan memeliharan kesegaran jasmani serta pemahaman terhadap gerak manusia.
Dikjasor merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis  yang seimbang.
Sesuai dengan karakteristik siswa SMP, usia 12 – 16 tahun kebanyakan dari mereka cenderung masih suka bermain. Untuk itu guru harus mampu mengembangkan pembelajaran yang efektif, disamping harus memahami dan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa. Pada masa usia tersebut seluruh aspek perkembangan manusia baik itu kognitif, psikomotorik dan afektif mengalami perubahan. Perubahan yang paling mencolok adalah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikologis.
Pada materi permainan bola besar, dalam hal ini bola voli, merupakan salah satu yang terdapat pada kompetensi dasar (KD) permainan dan olahraga bola besar beregu. Pada kenyataannya banyak siswa belum bisa menguasai teknik bermain bola voli dengan baik. Salah satunya adalah teknik passing bawah. Pengalaman dilapangan menunjukkan bahwa, hampir 90% siswa kelas VII tidak menguasai dengan baik. Karena metode pembelajaran dan pelatihan yang diberikan pada jenjang sebelumnya kurang menarik, bahkan cenderung trauma karena dibayangi rasa takut, sakit saat melakukan pasing bawah dengan bola.
Wuest dan Bucher (1995), memberikan acuan strategi membelajarkan pendidikan jasmani sebagai berikut:
“ …..mengusahakan agar pendidikan jasmani merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi siswa, diterima sebagai bagian yang terpadu dari pendidikan, dan secara umum memberi sumbangan terhadap perkembangan siswa, remaja, dan pemuda dalam mewujudkan tujuan pendidikan.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, strategi yang harus dilakukan oleh guru dikjasor dalam membelajarkan seyogyanya bertautan dengan tiga kata kunci yaitu : 1. Menyenangkan, 2. Diterima sebagai bagian yang terpadu dari pendidikan, dan 3. Memberi sumbangan terhadap terwujudnya tujuan pendidikan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka guru dikjasor harus mampu membuat pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Untuk itu perlu adanya pendekatan, variasi maupun modifikasi dalam pembelajaran.
Oleh karena itu sebelum proses pembelajaran berlangsung, sudah barang tentu seorang guru terlebih dahulu harus mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Hal ini adalah langkah penting dalam belajar. Tanpa persiapan, pembelajaran akan lambat dan bahkan bisa terhenti sama sekali. Namun, karena terlalu bernafsu untuk “menyelesaikan materi”, guru sering kali mengabaikan tahap persiapan ini sehingga mengganggu proses pembelajaran yang baik.
Persiapan pembelajaran itu ibarat mempersiapkan tanah untuk ditanami benih. Jika kita melakukannya dengan benar, niscaya kita akan menciptakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan yang sehat. Pada saat guru melaksanakan proses pembelajaran di lapangan, yang perlu ditumbuhkan adalah adanya interaksi antar personal (siswa – guru, siswa – siswa) sehingga proses pembelajaran tidak hanya berlangsung pada seorang individual, tetapi juga pada sekelompok siswa melalui dinamika kelompok.
Begitu juga dengan yang ada dan terjadi saat ini, guru dalam melakukan evaluasinya cenderung hanya menilai  hasilnya saja, misalnya berapa jauh siswa dapat melompat, berapa detik siswa berhasil memasuki garis finish dalam lari 100 m dan sebagainya, yang semuanya itu cenderung mengukur hasil belajar siswa. Guru disamping menilai hasil, hendaknya juga menilai proses yang terjadi selama siswa mengikuti pembelajaran dan juga interaksi sosialnya yaitu hubungan antar siswa dengan siswa, guru dengan siswa, yang cenderung mengukur proses pembelajaran individu yang terlibat (perilaku siswa), yang cenderung bersifat manusiawi. Oleh karena itu, sudah semestinya evaluasi terhadap proses dan hasil dilakukan secara simultan dan hendaknya juga melibatkan siswa.
Disamping itu, fenomena yang sering terjadi pada pembelajaran dikjasor selama ini adalah, anak sering dianggap sebagai “orang dewasa kecil” yang mampu melakukan kegiatan layaknya orang dewasa. Guru mengajarkan olahraga baku kepada anak yang notabene belum mampu melakukan aktifitas sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa. Jadi dapat diramalkan bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan tugas pembelajaran tergolong rendah (Mutohir,2000).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka guru harus mempersiapkan kondisi fisik siswa agar mendapatkan pengalaman belajar. Tentunya melalui metoda-metoda pelatihan dengan strategi belajar sambil bermain. Kondisi fisik yang prima berarti telah memiliki komponen kesegaran jasmani yang baik. Menurut Sajoto (1995), komponen kesegaran jasmani yang merupakan komponen konsisi fisik antara lain :
1. Kekuatan (strength)
2. Daya tahan (endurance)
3. Daya ledak (explosive power)
4. Kecepatan (speed)
5. Kelentukan (flexibility)
6. Keseimbangan (balance)
7. Koordinasi (coordination)
8. Kelincahan (agility)
9. Ketepatan (accuracy)
10. Reaksi (reaction).

Oleh sebab itu, dalam membelajarkan siswa, guru perlu memberikan semangat atau dorongan agar anak tumbuh motivasinya dalam mengikuti pembelajaran dikjasor. Untuk itu perlu kiranya guru memilih prosedur pembelajaran yang dapat menumbuhkan motivasi internal siswa, baik untuk menilai keberhasilan jangka pendek maupun jangka panjang.
Pembelajaran dapat dilakukan dengan optimal apabila siswa memiliki kondisi fisik yang prima dan salah satunya yang menunjang adalah daya ledak. Daya ledak yang dimaksud disini adalah daya ledak otot tungkai bawah (ekstrimitas inferior), karena dalam mengikuti pembelajaran dikjasor mayoritas menggunakan anggota tubuh bagian bawah sebagai pusat gerakan.
Peningkatan kemampuan kondisi fisik yang dilakukan melalui pelatihan, seiring dengan teori belajar yang dikemukakan Thorndike, dalam Abdullah Arma dan Manaji (1994) mengatakan bahwa : ”pelatihan yang dilakukan berulang-ulang mengakibatkan berkembangnya keterampilan yang lebih baik”. Jika tujuan yang hendak dicapai adalah keberhasilan dalam membelajarkan dikjasor (jangka pendek) maka harus melalui proses pelatihan, dan pelatihan ini benar-benar efektif dan efisien.
Salah satu metode pelatihan yang efektif dalam peningkatan daya ledak otot tungkai bawah adalah pelatihan “Pliometrik”. Pelatihan pliometrik menurut Chu (1992) adalah pelatihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalm waktu yang sesingkat mungkin. Latihan pliometrik menunjukkan karakteristik kekuatan penuh dari kontraksi otot dengan respon yang sangat cepat, beban dinamis (dinamic loading) atau penguluran otot yang sangat rumit (Radcliffe dan Farentinos, 1985). Pelatihan pliometrik juga mempunyai pedoman yang harus diikuti agar pelatihan yang dimaksud dapat mencapai tujuan, pedoman pelatihan pliometrik sebagaimana dikemukakan Chu (1992), antara lain : durasi periode kerja, intensitas kerja, rasio antar kerja dan pulih asal, repetisi, irama.
Atas dasar pentingnya memiliki kemampuan daya ledak otot tungkai yang baik, maka pembebanan pelatihan yang sesuai untuk kemampuan tersebut yaitu dengan pelatihan pliometrik. Terdapat banyak pelatihan pliometrik yang dapat mengembangkan daya ledak otot tungkai antara lain dengan metode pelatihan pliometrik ropejump, zigzag drill dan jump box

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah pelatihan pliometrik ropejump, zigzag drill dan jumpbox sederhana dapat membentukan daya ledak otot tungkai untuk menunjang pembelajaran dikjasor di tingkat SMP ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apakah pelatihan pliometrik ropejump, zigzag drill dan jumpbox sederhana untuk pembentukan daya ledak otot tungkai siswa SMP dapat digunakan sebagai penunjang pembelajaran dikjasor.
2. Mendapatkan data empirik tentang pengaruh pelatihan pliometrik ropejump, zigzag drill dan jumpbox sederhana untuk pembentukan daya ledak otot tungkai siswa SMP sebagai penunjang pembelajaran dikjasor.
3. Menyiapkan siswa pada jenjang SMP dalam membentuk kondisi fisik yang prima agar memiliki komponen kesegaran jasmani yang baik, selain pengalaman belajar.

D. Kegunaan Penelitian
1. Memberikan masukan kepada guru dalam pelaksanaan pembelajaran dikjasor disekolah agar memberikan dasar pelatihan pliometrik; yang akhirnya siswa lebih siap dalam menerima pembelajaran dikjasor dari yang mudah ke materi yang lebih komplek.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan proses pembelajaran pada materi selanjutnya; sehingga pada akhirnya
3. Dapat membina siswanya dalam rangka menyiapkan atlet yang siap dari segi fisik sesuai karakteristik siswa.

E. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bagaimana pelatihan pliometrik ropejump, zigzagdrill dan jumpbox sederhana untuk pembentukan daya ledak otot tungkai menunjang pembelajaran dikjasor di tingkat SMP.

2. Keterbatasan Penelitian
Agar tidak terjadi salah penafsiran dan pengertian pada penelitian ini, maka perlu diberikan batasan-batasan masalah dalam penelitian yang berjudul Pelatihan pliometrik ropejump, zigzag drill dan jumpbox sederhana untuk pembentukan daya ledak otot tungkai siswa SMP sebagai penunjang pembelajaran dikjasor.
Melihat luasnya permasalahan yang berhubungan dengan penelitian di atas, maka perlu kiranya penulis memberikan batasan-batasan seperti di bawah ini :
a. Pelatihan
Pelatihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban pelatihan atau pekerjaannya (Harsono, 1988).
b. Pliometrik
Pliometrik adalah pelatihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin (Chu, 1992).
c. Daya ledak otot tungkai
Daya ledak otot tungkai adalah kekuatan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat singkat (Harsono, 1988)

Tidak ada komentar: