Jumat, 29 Juni 2012

PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA dan KESEHATAN (seharusnya) DI SEKOLAH

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (dikjasor), guru harus dapat membelajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan / olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur kerjasama, dan lain-lain) dari pembiasaan pola hidup sehat. Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis semata, tetapi tujuan yang ingin dicapai bukan hanya perkembangan aspek jasmani tetapi juga aspek spiritual, emosional, mental, intelektual, dan sosial. Hal inilah yang membedakan dikjasor dengan pelajaran lain.
Dengan alokasi waktu 2 jam per minggu @ 40 menit pada jenjang SMP, diharapkan siswa akan merasa senang dan menjadikannya unforgetable experience. Bukan malah sebaliknya, dikjasor sebagai pelajaran “momok” bagi siswa dalam kelas yang heterogen (dalam kapasitas gender), apalagi sampai menimbulkan trauma dalam mengikuti pembelajaran. Melalui dikjasor diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman untuk mengungkapkan kesan pribadi yang menyenangkan, kreatif, inovatif, terampil, meningkatkan dan memeliharan kesegaran jasmani serta pemahaman terhadap gerak manusia.

Bola voli merupakan salah satu yang terdapat pada kompetensi dasar (KD) permainan dan olahraga bola besar beregu, pada kenyataannya banyak siswa kelas VII belum bisa menguasai teknik bermain bola voli dengan baik. Salah satunya adalah teknik passing bawah. Dari pengalaman dilapangan, hampir 90% siswa kelas VII tidak menguasai dengan baik dikarenakan metode pembelajaran yang diberikan pada jenjang sbelumnya kurang menarik dan cenderung trauma karena dibayangi rasa takut, sakit saat melakukan pasing bawah dengan bola.
Wuest dan Bucher (1995), memberikan acuan strategi membelajarkan pendidikan jasmani sebagai berikut:
“ …..mengusahakan agar pendidikan jasmani merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi siswa, diterima sebagai bagian yang terpadu dari pendidikan, dan secara umum memberi sumbangan terhadap perkembangan siswa, remaja, dan pemuda dalam mewujudkan tujuan pendidikan.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, strategi yang harus dilakukan oleh guru dikjasor dalam membelajarkan seyogyanya bertautan dengan tiga kata kunci yaitu : 1. Menyenangkan, 2. Diterima sebagai bagian yang terpadu dari pendidikan, dan 3. Memberi sumbangan terhadap terwujudnya tujuan pendidikan.
Maka guru dikjasor harus mampu membuat pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Untuk itu perlu adanya pendekatan, variasi maupun modifikasi dalam pembelajaran.
Sesuai dengan karakteristik siswa SMP, usia 12 – 16 tahun kebanyakan dari mereka cenderung masih suka bermain. Untuk itu guru harus mampu mengembangkan pembelajaran yang efektif, disamping harus memahami dan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa. Pada masa usia tersebut seluruh aspek perkembangan manusia baik itu kognitif, psikomotorik dan afektif mengalami perubahan. Perubahan yang paling mencolok adalah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikologis.
Oleh karena itu sebelum proses pembelajaran berlangsung, sudah barang tentu seorang guru terlebih dahulu harus mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Hal ini adalah langkah penting dalam belajar. Tanpa persiapan, pembelajaran akan lambat dan bahkan bisa terhenti sama sekali. Namun, karena terlalu bernafsu untuk “menyelesaikan materi”, guru sering kali mengabaikan tahap persiapan ini sehingga mengganggu proses pembelajaran yang baik.
Persiapan pembelajaran itu seperti mempersiapkan tanah untuk ditanami benih. Jika kita melakukannya dengan benar, niscaya kita akan menciptakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan yang sehat. Pada saat guru melaksanakan proses pembelajaran di lapangan, yang perlu ditumbuhkan adalah adanya interaksi antar personal (siswa – guru, siswa – siswa) sehingga proses pembelajaran tidak hanya berlangsung pada seorang individual, tetapi juga pada sekelompok siswa melalui dinamika kelompok.
Begitu juga dengan yang ada dan terjadi saat ini, guru dalam melakukan evaluasinya cenderung hanya menilai hasilnya saja, misalnya berapa jauh siswa dapat melompat, berapa detik siswa berhasil memasuki garis finish dalam lari 100m dan sebagainya, yang semuanya itu cenderung mengukur hasil belajar siswa. Guru disamping menilai hasil, hendaknya juga menilai proses yang terjadi selama siswa mengikuti pembelajaran dan juga interaksi sosialnya yaitu hubungan antar siswa dengan siswa, guru dengan siswa, yang cenderung mengukur proses pembelajaran individu yang terlibat (perilaku siswa), yang cenderung bersifat manusiawi. Oleh karena itu, sudah semestinya evaluasi terhadap proses dan hasil dilakukan secara simultan dan hendaknya juga melibatkan siswa. Disamping itu, fenomena yang sering terjadi pada pembelajaran dikjasor selama ini adalah, anak sering dianggap sebagai “orang dewasa kecil” yang mampu melakukan kegiatan layaknya orang dewasa. Guru mengajarkan olahraga baku kepada anak yang notabene belum mampu melakukan aktifitas sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa. Jadi dapat diramalkan bahwa tingkat keberhasilan siswa dalam menyelesaikan tugas pembelajaran tergolong rendah (Mutohir,2000).

Tidak ada komentar: