Kamis, 21 Juli 2011
Pendahuluan
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah tercapai. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar pendidikan jasmani.
Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendididkan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (pysical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi.
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
1. Pengertian Pendidikan Jasmani
Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah, seperti kekuatan fisik (physical strenght), perkembangan fisik (physical development), kecakapan fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical appearance).
Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni menunjukkan proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.
Nixon and Cozens (1963: 51) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
Dauer dan Pangrazi (1989: 1) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
Bucher, (1979). Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional
Ateng (1993) mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif setiap siswa.
2. Pengertian Olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan.
3. Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain dan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain dapat ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.
Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
Minggu, 17 Juli 2011
FATIGUE DAN BOREDOM DALAM OLAHRAGA
PENGERTIAN FATIGUE dan BOREDOM
1. Fatigue (Kelelahan)
Lelah (fatigue), istilah lelah atau kelelahan biasanya dihubungkan dengan lemahnya atau menghilangnya kemampuan orang untuk mengadakan reaksi terhadap rangsang.
Demikian pula muscular fatigue atau lelah otot adalah lemahnya atau menghilangnya kemampuan otot untuk mengadakan reaksi terhadap rangsang.
Kelelahan dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu lelah mental dan lelah fisik. Lelah mental biasanya disebabkan karena kerja mental, sedangkan lelah fisik karena pekerjaan otot.
Akan tetapi dalam olahraga, fatigue biasanya adalah gabungan dari lelah otot dan lelah mental, sehingga dapat dikatakan bahwa kelelahan dalam olahraga adalah suatu mind-body unity. Fatigue juga timbul karena dalam tubuh kita terjadi perubahan-perubahan mental fisik (psichophysical) yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang kita lakukan, sehingga dengan demikian kapasitas untuk melakukan aktivitas-aktivitas selanjutnya berkurang atau hilang sama sekali. Perubahan-perubahan tersebut biasanya terjadi sewaktu aktivitas itu sedang berlangsung. Akan tetapi, aspek-aspek mental-emosional yang dialami atlet sebelum aktivitas tersebut, dan sering dirasakan sebagai gangguan oleh atlet, dapat pula menimbulkan rasa lelah pada atlet.
Lelah fisik, yaitu lelah dalam pusat-pusat motorik, dapat mempengaruhi pusat-pusat sensoris kita; dan pengaruhnya adalah, pekerjaan otot yang berat akan mempengaruhi pusat saraf kita, sedang sebaliknya pekerjaan yang cukup (moderat) akan dapat menaikkan tugas dari pusat saraf. Oleh karena itu, latihan-latihan fisik di sekolah-sekolah sebaiknya diberikan sedemikian rupa sehingga jangan mengganggu pelajaran-pelajaran intelektual di kelas. Ativitas-aktivitas selama sekolah berlangsung sebaiknya jangan terlalu berat dan memakan waktu terlalu lama. Akan tetapi sebaliknya, jangan pula terlalu ringan agar kerja fisik tersebut menjadi rangsang untuk kapasitas keraja mental atau intelektual. Aktivitas-aktivitas berat sebaiknya dilakukan diluar jam sekolah, misalnya di sore hari setelah tidak ada kelas lagi.
Kalau seseorang merasa terpaksa untuk mengikuti atau melakukan pekerjaan fisik, mental, atau sosial tanpa tujuan yang jelas, sehingga tidak bisa menggugah perhatiannya atau interess-nya, maka dia biasanya merasa sukar untuk melanjutkan pekerjaannya atau aktivitasnya. Perasaan ini biasanya disebut boredom (bosan, jemu, ogah).
Boredom akan mempercepat datangnya lelah, karena orang itu merasa capek melakukan aktivitas yang membosankan itu, dan karena nafsu untuk meneruskan pekerjaan menjadi hilang.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perasaan lelah demikian, yang timbulnya karena kurangnya pehatian dan minat dalam melakukan pekerjaan itu, tidaklah dapat disebut sebagai lelah yang sebenarnya atau true fatigue. Sebab apabila orang itu digugah lagi perhatiannya dalam pekerjaaannya, tanda-tanda lelah itu akan menghilang. Karena itu fatigue yang didasarkan pada boredom ini disebut lelah semu/ palsu atau pseudo-fatigue.
Melalui ilustrasi dibawah ini mungkin gambaran pseudo dan true fatigue akan bisa menjadi lebih jelas. Didalam suatu ruangan kantor bekerja empat orang pegawai pria. Pada permulaan bekerja dikantor itu, mereka merupakan pegawai-pegawai yang bersemangat. Akan tetapi pekerjaan rutin sehari-harinya lama kelamaan tidak dapat lagi mengggah perhatian mereka, oleh karena itu mereka merasa cepat lelah dan bosan, mengherankan perasaan demikian segera hilang setelah majikan mereka yang cerdik menempatkan seorang pegawai yang cantik di ruang itu. Malah mereka seringkaali masuk kantor terlalu pagi dan pulang terlalu sore. Kita lihat disini bahwa rasa lelah mereka adalah rasa lelah palsu. Boredom dapat pula dikurangi atau dihindari apabila pekerjaan itu dibuat menarik sehingga menimbulkan perhatian, rangsangan, motivasi, dan interesse bagi yang melakukan pekerjaan tersebut. Demikian pula, boredom dapat dikurangi apabila pada waktu sedang bekerja, orang memikirkan sesuatu yang menarik atau yang menyenangkan, misalkan msuik yang menyegarkan.
Suasana boredom ini bisa juga terjadi di olahraga. Kadang-kadang terjadi, bahwa atlet-atlet yang kurang prestasinya, atau sebaliknya atlet yang berpotensi sekalipun, tiba-tiba meninggalkan olahraganya tanpa alasan-alasan yang jelas. Malah ada yang sama sekali tidak mau lagi melakukan cabang olahraganya atau cabang olahraga lainnya. Mengapa ?
Drop out ini biasanya disebabkan karena boredom, dan alasan-alasan yang dikemukakan umumnya adalah :
1. Tidak memperoleh kesenangan lagi dalam cabang olahraga itu.
2. Latihan-latihan yang rutin-monoton.
3. Merasa terlalu sering mendapat teguran-teguran, baik dari pelatih maupun dari teman-teman seregunya.
4. Tidak pernah dimasukkan dalam tim inti, sehingga tidak pernah diberi kesempatan bertanding, melawat ke lain kota, dan sebagainya.
5. Tidak mampu menghadapi stress-stress pertandingan.
6. Tidak mendapat dukungan (fisik maupun mental) dari pelatih atau orang tua.
7. Hubungan yang tidak menyenangkan dengan pelatih.
8. Merasa tidak ada tantangan dalam latihan; atau kehilangan tantangan atau dorongan.
9. Terlalu sering mengalami situasi-situasi yang kurang menyenangkan.
1. Melupakan untuk sementara segala sesuatu yang berhubungan dengan olahraga.
2. Melakukan olahraga, pada cabang olahraga lainnya yang kira-kira memberikan kesenangan dan kepuasan.
3. Melakukan kegiatan rekreatif, pergi ke gunung, fartlek didaerah yang pemandangannya menyejukkan, piknik, dan sebagainya.
4. Kalau boredom belum “parah” dan baru mulai nampak gejala-gejalanya turunkan intensitas latihan, ciptakan suasana gembira dalam latihan, hindari tes-tes dan pertandingan-pertandingan.
5. Minta nasehat kepada ahli psikiatri.
Minggu, 10 Juli 2011
Mengajarkan disiplin pada anak bukanlah hal yang mudah. Salah bertindak justru akan membuat anak bersikap lebih buruk. Untuk itu, para orang tua wajib menghindari kesalahan saat melakukannya.
Berikut beberapa daftar kesalahan yang umum dilakukan orang tua saat mengajarkan disiplin pada anak, seperti dikutip dari Helium.
1. Mendisiplinkan anak saat marah. Komunikasi dalam keadaan emosi yang tidak stabil tak akan pernah efektif. Lebih lanjut, yang terdengar oleh anak Anda hanyalah teriakan yang sifatnya meyakinkan. Anak-anak tak akan bisa mengambil ilmu dari sebuah kemarahan. Sebaiknya tunggu sampai emosi Anda stabil. Jika memang harus ada hukuman yang diberlakukan, hukuman yang Anda pilih pun bukan atas dasar kemarahan yang dirasakan, melainkan rasa sayang.
2. Jangan salah menghukum. Jika kedua anak Anda berseteru, yang menangis bukanlah selalu yang menjadi korban. Dengarkan keseluruhan cerita anak-anak. Tak selalu harus memberi hukuman, tapi jangan sampai anak merasa disalahkan atas sesuatu yang tidak ia perbuat.
3. Hukuman. Hukuman bukan digunakan untuk menyakiti, melainkan agar anak tak lagi mengulangi kesalahannya. Oleh karena itu, pastikan hukuman yang Anda berikan sesuai dan pantas.
4. Jangan biarkan orang lain mendisiplinkan anak Anda. Jika anak Anda melakukan kesalahan di depan orang lain, jangan pernah memberikan kesempatan orang itu untuk menghukum atau mendisiplinkan anak Anda. Komunikasi yang diterima anak akan sangat berbeda jika itu dilakukan oleh orang lain yang bukan orang tuanya. Kemungkinan paling fatal, anak Anda bisa trauma, dan mengalami kesulitan untuk terjun ke dunia sosial setelahnya.